oleh Benny Arnas Mulanya, saya pikir, setelah empat jam menumpang speedboat ke Telok Batang, kami akan langsung naik kapal. Badan rasanya sudah menuntut hak untuk beristirahat, tapi … karena tak punya pilihan, saya pikir, perjalanan 8 jam ke Karimata harus ditempuh. Tapi, kami rupanya menumpangi mobil Avanza. “Ke Pendopo,” kata Ale kepada sopirnya. “Kita tidak […]Read More
JELANG tengah hari, dari para penumpang lain, saya beroleh kabar kalau kapal akan menurunkan beberapa dari mereka di Pulau Papan. Tidak seperti harapan saya bahwa kami bisa membeli nasi atau apa saja yang bisa mengisi perut di pelabuhan nanti, ternyata kapal tidak merapat. Beberapa perahu nelayan mendekat untuk menjemput penumpang. Apakah di antara mereka ada […]Read More
TERNYATA, tak seburuk yang saya takutkan. Setelah melewati Pulau Betuk, kapal memang diombang-ambing ombak dan lebih berembus kencang dari biasa. Tapi, para penumpang tampak tak terganggu sedikit pun. Tak ada kecemasan dan kekhawatiran. Palka masih ramai oleh awak kapal yang ngobrol sembari merokok. Fauzan dan Ale malah asyik ngobrol dengan duduk bersandar di pagar pembatas […]Read More
DESA Padang adalah gerbang Karimata lewat laut. Di sini, sebagaimana kampung nelayan, kapal-kapal mengapung di pelabuhan. Mungkin karena kami tiba lepas Magrib, tidak tampak aktivitas bongkar-muat hasil tangkapan di kapal-kapal tersebut. Pelabuhan juga jauh dari riuh karena para lelaki belum kembali dari “nyumi”. Setelah mengoper barang bawaan kami dari satu kapal ke kapal lain, sebelum […]Read More
PERTEMUAN ketiga kelas menulis saya habiskan dengan memeriksa premis tulisan para peserta. Sebagian besar menulis cerita rakyat, baik mitos maupun legenda. Bagi saya, ini kabar baik. Kekayaan budaya kerap kali tidak dianggap karena pragmatisme lebih melihat sumber daya alam yang mudah menghasilkan uang. Tak terkecuali di Karimata, yang dalam ceramahnya medio Oktober 2020, Ustaz Abdul […]Read More
TIAP bangun pagi, dari kamar homestay yang tinggi, saya selalu dibuat terpesona oleh laut Karimata yang membentang memancarkan tiga lapis warna: biru muda dekat pantai, biru toska di tengah, dan biru langit di kejauhan. Lapis paling jauh itu, kalau saja tak ada awan yang mengambang di kejauhan, sangat mungkin membuat sesiapa mengira kalau laut membentang […]Read More
RUPANYA Ale membangunkan Bang Beruk di rumahnya. Dalam keadaan tanpa minyak, genset homestay sering ngadat. Dan Bang Beruk adalah satu-satunya seorang buta huruf yang ahli dalam urusan permesinan apa pun di Dusun Tanjung Ru. “Ambil saja solar saye, lima liter,” tawar Bang Muaweng, si Pak RT yang rumahnya saya jadikan tempat berteduh sekaligus membereskan berkas […]Read More
SAYA masih terperangah dengan belasan halaman tulisan tangan di buku tulis yang mereka tulis dalam keadaan begadang hingga dini hari dengan hanya ditemani pelita ketika Sela, bagai mewakili yang lain, bertanya, “Apakah kami boleh menulis cerita yang lain lagi?” Masya Allah! Sebagaimana Sela, yang lain memandang saya dengan tatapan menunggu. Saya diam, bukan memikirkan tema […]Read More
Bakda Zuhur hari ke-13 itu, Mas Atien membungkuskan rajungan santan sebagai lauk bekal kami di kapal nanti. Pukul 2, saya dan Ale harus bertolak ke Pelabuhan Tanjung Ru. Ghifari membonceng saya, juru masak berdarah sunda itu membonceng Ale. Dalam perjalanan, saya dan Ghifari membincangkan tentang terulangnya drama sebagaimana keberangkatan kami ke Karimata via Sukadana kemarin: […]Read More
SATU November 2021 pukul 9.40 WIB, Lion Air dari Belitung mendarat di Cengkareng dengan air muka lega. Beberapa menit yang lalu, tak sampai dua menit setelah pengumuman bahwa sebentar lagi pesawat kami akan mendarat, terjadi turbulensi hebat yang berujung dengan turunnya pesawat secara mendadak sekitar sepuluh detik! (Sepuluh detik di pesawat itu lama woi!) Di […]Read More
Sosial Media













