Membaca, Persahabatan, dan Sikap Adil
Oleh Benny Arnas
Rubrik Tajar, Batam Pos, 24 Mei 2024
“Bagaimana Leiden?” tembak perempuan 40 tahunan itu ketika kami bersalaman di kantornya yang hijau dengan tanaman dalam pot yang ia rawat sendiri. “Tenang dan cocok banget buat Bang Benn, ‘kan?” lanjutnya dengan air muka semringah.
Saya tertawa dan mengangguk, sebelum bercerita dengan bangga, bahwa 10 hari pertama di kota puisi itu, saya sudah menulis 50.000 kata! “Karena Leiden, saya barusan ketemuan dengan seorang kurator dari Massasuchets di Luxemburg tadi,” lapor saya.
“Sudah makan siang, Bang Benn?” tanyanya setelah dua puluh menit kami berbincang di ruangannya. “Kalau begitu bagaimana kalau kita ngopi di luar?” tawarnya ketika saya mengatakan bahwa sepotong sandwich yang saya lahap dua jam yang lalu membuat saya kenyang.
***
Salah satu berkah membaca yang sangat saya syukuri adalah … ia telah membawa saya bersahabat dengan mereka yang memperlakukan kata-kata sebagai amunisi keadilan, bukan sebagai retorika semata.
Salah satunya adalah Luh Aniek Mayani, atase pendidikan & kebudayaan KBRI Paris.
Mula perkenalan kami adalah ketika ia menjadi penanggung jawab program Sastrawan Berkarya di Wilayah 3T tahun 2018.
Kami menjadi dekat karena ia bukan hanya membaca esai-esai perjalanan saya di Pulau Seram, tempat penugasan saya waktu itu. Lewat Instagram Badan Bahasa, ia mengunggah tautan esai-esai tersebut untuk publik di sana.
“Kenapa tidak ada unggahan esai dari sastrawan lain?” tanya saya waktu itu.
Seperti mengerti arah pertanyaan saya, ia menjawab, “Bang Benn tak perlu GR. Bang Benn tidak kami spesial, ‘kan. Hanya Bang Benn yang merilis laporan perjalanan setiap hari selama program.”
Dua pekan setelah berakhirnya program, kami kembali bertemu. Saya silaturahim ke Badan Bahasa dengan membawa dummy “Mencari Suami” yang memuat 20 esai perjalanan saya di pulau yang membuat saya bisa makan durian sepuasnya sebab tiap bakda isya buah itu diobral hingga 2.000 rupiah agar para mama, begitu sebutan para perempuan berkeruntung yang menjajakannya di depan penginapan saya, bisa pulang tanpa membawa barang dagangan kembali.
“Bang Benn, kita ngopi dulu,” ajaknya setelah ia menerima bentuk pertanggungjawaban saya dalam residensi di timur Indonesia itu.
Lalu kami bicara ini-itu tentang banyak hal, termasuk literasi dan kelas menulis. “Bagaimana bisa ya membuat orang-orang, khususnya mahasiswa, menulis cepat?”
Saya ingat sekali, pertanyaan pemantik itu membawa saya bercerita panjang lebar tentang membaca. “Kalau adil, manusia takkan membuang membaca dari daftar rutinitas mereka,” jawab saya waktu itu.
Benar saja, dua tahun kemudian, ia menghubungi saya. Di tengah pandemi ia mengabarkan amanah barunya: kepala South East Asia Qitep in Language (SEAQIL), semacam lembaga bahasa yang menaungi aktivitas bahasa dan sastra di Asia Tenggara.
Saya yang sedang “meramu” Story by 5 pun semangat sekali menyambut kelas daring yang ia tawarkan. “Bang Benn butuh berapa jam pelajaran?” tantangnya setelah memberi tahu targetnya: sebagian mahasiswa merilis cerpen pascakelas.
Jadilah saya mengampu 32 jam kelas selama sepuluh hari.
Kerja sama kami terus berlanjut setelah kelas saya bukan hanya membuat sebagian mereka bisa menulis cerpen, tapi semuanya punya cerpen. “Wah Bang Benn, kita bahkan punya draf antologi cerpen,” serunya.
Kabar keberhasilan alumnus kelas kami menyebarkan budaya menulis di sekolah-sekolah tempat mereka magang sungguh-sungguh kabar gembira bagi literasi. “Membaca tulisan-tulisan mereka,” katanya suatu hari, “membuat saya tahu kalau masih banyak yang membaca.” Optimisme terhadap literasi kerap menguar dalam sejumlah percakapan kami setelahnya.
Tapi, hanya tiga tahun ia di SEAQIL.
Pengujung 2022, ia mendapat amanah baru sebagai Atdikbud KBRI Paris. “Saya tidak ditunjuk lho,” katanya ketika saya mengucapkan selamat. “Saya lulus seleksi,” tegasnya. “Dan bukti kalau Bang Benn saya pilih bukan semata karena koneksi, terbukti, kan?” katanya satu tahun kemudian ketika ia menyusun workshop Story by 5 di KBRI Paris. “Setelah saya nggak di SEAQIL, Bang Benn masih ngajar di sana, ‘kan, sampai sekarang?”
Dan kemarin, 16 Mei 2024, di sudut kafe di 16th Arrondissement yang hanya memakan waktu lima menit berjalan kaki dari KBRI Paris, percakapan saya dengan Atdikbud KBRI Paris itu menegaskan satu hal penting dari luaran membaca:
Keadilan!
Ia bagai mau mengatakan bahwa kegemaran kami kepada membaca telah menciptakan sense of fairness alias kecenderungan berbuat adil sehingga meraih sesuatu dengan semangat kompetisi jauh lebih menyenangkan daripada sekadar jalur koneksi.
Bakda Zuhur itu, setelah menghabiskan dua potong brownies ukuran besar, kami mengakhiri percakapan santai di luar KBRI dengan berfoto bersama.
“Terima kasih sudah meluangkan waktubga,” kata saya dalam perjalanan mengantarnya kembali ke kantor satu jam kemudian.
Di metro, saya teringat pertanyaan retoris saya di kafe tadi: “Kenapa kita bisa dekat sampai hari ini?”
“Karena kita membaca. Dan membaca membuat kita adil dalam berproses.” Dan saya menjawabnya sendiri.
Ia mengangguk-angguk dan, seperti menemukan sari kata-kata saya, ia menyeruput espressonya dan berkata, “Saya kuliah S3 di Jerman, ngajar di Italia, hingga jadi Atdikbud, semua lewat seleksi, bukan koneksi, sebagaimana semua residensi Bang Benn, ‘kan?” terangnya bagai ingin mengatakan bahwa, “buat apa belajar banyak dan membaca banyak, kalau kita justru jadi orang yang tidak mencintai proses.”
Di apartemen, saya teringat Golagong, Duta Baca Indonesia 2021–2025, yang kampanye menulisnya kerap disalahpahami oleh sebagian kalangan.
Ya, bagi saya, menbaca bukan sekadar gerakan akseleratif. Melainkan terobosan kuantum sehingga orang-orang tahu bahwa membaca itu ada buahnya: tulisan. Bahwa membaca itu bukan sekadar wawasan—yang kerap terdengar begitu abstrak bagi awam. Bahwa kelak, membaca itu akan membuat bangsa ini bersikap adil dan berintegritas karena mereka tahu bahwa membaca adalah proses yang panjang. Bahwa membaca adalah … keniscayaan.(*)
Paris, 17 Mei 2024
2 Comments
Keren Bang…. 👍👍
Semoga bisa ikut dalam kelas daring atau acara residensi. Haha
Semoga