Entah ini surat ke berapa. Siapa tahu dibaca Presiden.Read More
Ini adalah satu-satunya cerpen Benny Arnas yang terbit di Annida cetak. Edisi cetak terakhir pula!Read More
Enam belas kilometer ... menjadi sangat jauh ketika ditempuh dengan mengendarai kereta unta, oleh perempuan yang sudah tua pula!Read More
Magrib? Mak Atut mendongak ke langit yang merah saga. Lalu apa sebenarnya yang barusan kualami di langgar tadi?Read More
Tubuhku seperti diangkat empat atau enam orang. Lalu dimasukkan ke dalam sebuah kotak atau ruangan atau … mobil … yang sibuk sekali dengan sirinenya. Tak kudengar lagi suara-suara kakakku. Bibi Malika juga entah ke mana.Read More
Benny Arnas basabasi.co, 8 Juli 2022 Tidak ada yang istimewa pada diri Yusufisufillah, seorang penjual pentol bakso keliling yang sering menjadi imam salat Magrib cadangan di masjid kompleks itu. Belakangan, pria yatim piatu itu ditahbiskan menjadi “imam tetap” karena mereka yang ditunjuk lebih sering berhalangan. Tapi, tetap, tidak ada yang terlalu istimewa. Kalau Yusufsufillah, misalnya, […]Read More
oleh Benny Arnas Suara Merdeka, circa 2011 Kepalanya lengkung pisang tanduk, kedua bola matanya berwarna magenta, telinganya adalah daun sirih yang sudah tua, mulutnya yang berlumur darah akan menampakkan taring yang menyerupai belalai gajah yang baru tumbuh. Anak itu melihat hantu. Katanya, jumlah hantunya banyak sekali. Herannya ia melihat hantu-hantu itu justru bukan di rumah […]Read More
Oleh Benny Arnas Koran Tempo, 31 Januari 2010 PERCAKAPAN mereka adalah gayung bersambut sepasang hati yang marun merahnya. Percakapan yang mengetuk gendang telinga penduduk langit. Percakapan sederhana dari sebuah kampung yang tak tertitik dalam peta, tak tertilik oleh sesiapa, pun tak terbetik dalam kabar. Namun, bila para nabi dan istri mereka, para sahabat nabi dan […]Read More
Oleh Benny Arnas Termaktub dalam antologi karya penulis terpilih (Emerging Writers) Ubud Writers & Reders Festival (UWRF) 2010 dengan judul “River Stones” terjemahan terjemahan Toni Polard. Alamakjang, seperti tak berotak saja apa yang berlaku di muka Anas! Ia benar-benar tak habis pikir, bagaimana penduduk menjadi sebegitu bodohnya. Mereka menyemen parit dengan batamerah, bahkan sebagian lebih gawat […]Read More
Oleh Benny Arnas It was constantly on Anas’ mind how stupid the local people were. Building drains with clay bricks. Worse still, some of them even used besser blocks. Great! How brainless could they be. Anas could plainly see what was happening before his very eyes. What do you suppose makes them think they don’t […]Read More
Sosial Media













