Bacaan 2024: Dari Darius hingga Kairos

_____

Hamdalah, hingga awal Oktober, 19 buku selesai dilahap.

Biasanya unggahan ini dirilis akhir atau awal tahun, tapi saya tak sabaran berbagi pengalaman buku-buku yang memberikan saya banyak sekali pengetahuan dan pengalaman batin yang penuh kejutan.

Buku Darius yang Agung adalah salah satu biografi terbaik yang saya baca. “Memikul beban” meneruskan kehebatan Kores yang Agung, Darius tampil memukau sebagai penggawa Persia. Epik bukan? Tapi … apakah Anda tahu, separuh akhir buku ini malah memaksa saya menahan air mata saking perihnya kisah sang raja.

Storynomics adalah buku yang saya selesaikan paling lama. Sempat kesal ketika entry Google (bahasa Indonesia) mengaitkan semua tentang term ini ke istilah pariwisata (gara-gara Luhut Binsar Panjaitan menggunakan istilah ini ketika mempromosikan Danau Toba, huh!). Padahal, lebih dari itu, Robert Mc Kee memberi kita pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana Samsung, Apple, dan banyak perusahaan besar bisa maju karena mendayagunakan kekuatan yang kerap diabaikan: storytelling!

Panggilan Rasul karya Hamsad Rangkuti adalah kumpulan cerita yang nyata kurang ajar. Apalagi bagi Anda yang sedang belajar struktur. Rangkuti “membuang” twist dalam setiap cerita yang berpusar Jakarta pinggiran di bulan Ramadan yang menjadi latar sebagian besar ceritanya. Baginya, sebagaimana hidup, tak semua cerita kudu punya efek kejut. Dan ia menuliskan semuanya dengan realisme yang kalis. Menjura.

Gengis Khan ini semacam anomali dalam peta imperium yang berputar-putar di antara Persia, Romawi, Islam, dan Tiongkok yang masih tercerai berai menjadi tiga dinasti. Di bawah entitas Tengiri, Gengis menyatukan para mongol yang beringas dan gemar melakukan perang saudara, hingga membuat sejarah: dalam 25 tahun menguasai lebih banyak negara dibandingkan ekspansi Romawi dalam 400 tahun!

On Children-nya Wu Xiaole mulanya saya pikir adalah kumpulan cerita keorangtuaan yang bakal susah nyambung untuk pembaca Indonesia. Namun, tidak. Xiaole bercerita tentang obsesi orangtua terhadap masa depan anak mereka dengan begitu lembut hingga kita tahu bahwa luka menganga di sekujur perasaan protagonik atau bagaimana orientasi seksual menjadi masalah serius bagi citra keluarga baik-baik di Taiwan sana.

Ingatan Ikan-ikan karya Sasti Gotama adalah buku terakhir yang saya selesaikan. Subuh ini saya merampungkannya dengan dada yang sebak. Kalau anda mau melihat bagaimana gerakan reformasi dan luka yang menganga karenanya menjejak kuat ke dalam lumpur ingatan Lian dan Ombak kuasa memorak-porandakan segalanya yang sedang ditata hari ini, termasuk mungkin persepsi Anda bahwa hidup sudah baik-baik saja (ach!), bacalah novel yang kaya kiasan ini.

The Elements of Eloquence, bagi saya, bukan hanya buku tentang (kekuatan) menulis. Mark Forsyth menunjukkan kepada kita bagaimana kata-kata menjelma sihir. Selesai membaca buku ini saya tak bisa membayangkan alangkah dahsyatnya eloquency yang melekat pada Rasulullah saw., Isa Almasih, atau Nabi Ibrahim. Tanpa kemampuan mendayagunakan aliterasi, trikolonisme, epizeuksis, atau diakopisme, mereka takkan bisa membawa umat manusia ke titik hari ini: meninggalkan paganisme dan memuliakan kemanusiaan. Merinding. Buku yang dahsyat!

Terakhir, Kairos. Saya menulis ulasannya di Jawa Pos (silakan klik di sini). Buku ini memancarkan moral tentang kekuatan innocence di hadapan oligarki yang diwakili oleh seorang gadis lugu dan laki-laki matang yang merasa penuh kuasa. Berlatar menjelang runtuhnya Tembok Berlin, Erpenbeck tidak akan membiarkan Anda menikmati cerita tanpa usaha mencerna. Bahasa metaforis yang ia gunakan bukan hanya simbol, tapi juga peta psikologis protagoniknya yang diam-diam tumbuh menjadi kekuatan yang ganas.

NB: Storynomics & Gengis Khan saya tuntaskan via audibook yang saya dengar berulang kali (tentu karena bahasa Inggris saya nggak bagus-bagus amat) ketika lari pagi dan atau sore hari.

Lubuklinggau, 2 Oktober 2024