Sapi Dua Rakaat
SETELAH memantaskan dirinya di cermin ruang tengah beberapa kali, Suklikulisu keluar. Di pekarangan, istri dan ketiga putranya yang masih SD sudah menunggu.
“Papa sudahmesantempat duduk tepat di belakang imam, Ma,” katanyaketikaistrinyamempertanyakanalasanmerekaharusberangkatke masjid yang jaraknyahanyaempat ratus meter pada pukul 06.15.
“Papa sudahbisagantiin imam?” tanyaputrasulungnya.
Suklikulisumemandanganak 10 tahunitudengansebelahmatamenyipit.
“Iya, Pa,” putrakeduanya yang usianyahanyaberjaraksatutahundarikakaknyamenimpali.
“Kalau imamnya berhalangan, makmum di belakangnya yang harusgantiin.”
Waduh, kenapaakubarutahu!
“Kenapa Papa dapattempat duduk di sana?”
Istrinyapenasaran. Suklikulisutersenyumlebar. Sebab Papa satu-satunyajamaah yang berkurbansapi di komplekskita. Iainginmengatakanitu, tapiiatahuistrinyapastitidakakanbersetuju. Pernahiamenyarankanputra-putranyauntukmenghadapManto, pencatatinfakshalatJumat agar namamerekadiumumkandenganpelantangsuarasebelumshalatpekananitudimulai, istrinyamenentangkeras. “Apakahkalaudiumumin, pahalanyaberlipat-lipat, Pa?” katanyadalam nada tinggi—dan masihbanyakhal yang Suklikulisuanggaplumrah, tapidianggaptakpatut oleh pasanganhidupnyaitu.
“Saya sebenarnyasudahmenyiapkantempattepat di belakang imam.” Hidayat yang menyambutnya di pintuutama masjid menyalaminyaserayamembungkuk. “Tapikarena Pak Jamjimunjimundatangduluan, sayagesersedikit Pak Suk agakkekanan, nggak papa, kan?”
Suklikulisutahu, ketuapanitiakurbanitutakenakhatidengannya.
Iatakinginmenodaikemenangan yang sudah di genggaman. Ia pun memasangsenyum, meskipuntersinggungkarenatempatnyadiambilanggota DPRD itu dan legakarenabebanmenggantikan imam kalaukenapa-napa tidaklagimenggelayutinya.
Di dekatmimbar, dalamjubahpakistanbirumudanya, Pak Jamjimunjimunmelambaikantangankepadanyalalumenepak-nepukpermukaanpermadani di sampingduduknya. Aku tahu, laki-lakiitubersikaphangatkarenaiasalut (atau juga minder) kepadaseseorang yang bisaberkubansapi, sementaradiasendiritidak. Astaghfirullah. Cepat-cepatSuklikulisumengusapwajahnya.
“Saya berkurban di masjid kantor DPRD,” kata Pak JamjimunjimunsepertimelaporbegituSuklikulisumenyambutulurantangannyauntukbersalaman. “Sapi juga,” terangnyatanpadiminta. “Beratnyahampirsatu ton.”
Suklikulisutahubagaimanaharusmembalas. “Yaaaini, kan, sayasendiri yang kurban, Pak Dewan.” Iamerapikanujungsajadah yang barusajaiabentang di samping Pak Jamjimunjimun. “Maafkalaucumasapi yang 45 jutamampunya.” Tentusajaiatidaksedangmerendah. “Kalaupatungan kayak anggota dewan mungkinbisa juga dapat yang besar. Beberapaekormalah.” Iatertawalebar. Puassekaliiamendapati air mukaanggota DPRD yang benyaiseketikaitu.
***
Suklikulisuharusberterimakasihkepada sang istri yang mendorongnyauntukmeningkatkankurbanmerekasetelahsepuluhtahunsebelumnyatakpernahabsenberkurbankambing.
“Mumpung Allah kasihkitarezekibanyak, Pa,” bujukperempuanitu. “Siapatahu Allah kasihrezekilebihbesar. Lagi pula, Mama pengensekalilho kayak komplekssebelah. TiapLebaranKurban, adaaja yang ngurbaninsapi.”
“Lhomemangnya di komplekskitabelumada yang berkurbansapi?”
Istrinyamenggeleng. “Coba Papa kalauke masjid, lihat daftar namajamaah yang berkurbantahunini di papanpengumuman. Paling atasmasihkosong.”
“Paling atas?” keningSuklikulisuberlipattiga. “Maksud Mama?”
“Paling atas, kan, namauntuk yang berkurbansapi.”
“Paling atas?” Suklikulisutidaksadarsudahmengulangpertanyaanitu.
“Pa,” istrinyamenepuk bahu suaminya yang mendadakbengong. “Jangankarena paling atasitu Papa mauberkurbansapi, ya? Mama….”
“Mama kenapasuudzon?” Suklikulisutertawa. “Hari ini juga Papa akannyetoruangnyakeHidayat.”
Istrinyarefleksmeneriakkan alhamdulillah dan memeluknya lama sekali.
***
Tujuh kali takbir pada rakaatpertamamembuatrangkaiankisahhidupnyabereuni.
Sebuahsureldarirumahproduksiternamamembuatnyatercenung. Iasedangmencaritahusegalahaltentangpihak yang barusajamengutarakanmaksuduntukmemfilmkan novel-novelnyaketika, dariarahdapur, istrinyaberteriakkalau kopi sudahhabis. “Tehsajaya, Pa?”
Suklikulisubelummenjawabketikaistrinyamelanjutkanteriakan; stokberas dan telur yang hanyacukupuntukmakanmalam.
Ponselnyaberderingketikasibungsumerengekmintadibelikanmobil-mobilanpersis punya tetanggamereka, keluargataukesawit yang barupindahdarikabupaten. Lekasiamemberikodekepadasi sulung untukmengajakadiknyabermain. “Papa adateleponpenting.” Iamengatakanituserayamenutuppelantangponsel.
Harapan bergeliat di kepalanya. Nomorteleponkode Jakarta. Sureltawaranmenggiurkan. Tidakkahkeduanyaseharusnyaberhubungan, membuatsimpulbernamakabargembira?
Ya, kabargembirabagipenulispenuhwaktu yang beristrikaniburumahtanggaadalah napas barubagikehidupanmereka. Catat, merekabukanlahkeluarga yang berkekurangan.
Bagi yang mengukurkesejahteraandaritempattinggal, kendaraan, pakaian, atautempatmakan yang biasadidatangi, merekamasukukuranmenengahkeatas. Padahal, kalaupekerjaanmenulisbiografiatauproyek ghost writing sedangsepi, merekaakanberhitungbahkanuntuksekadarmembeliberassatu kilogram pun. Atas itusemua, Suklikulisuinginsekalimemberitahusiapa pun bahwaiburumahtanggaitulah yang membuathidupmerekatidaklimbung.
Ya, istrinyalah yang menyarankaniaberinvestasiemas, bukanmenabung uang—apalagi di bank konvensional.
“Di pengajian Mama, investasiemasiniterusdigalakkan, Pa,” katanyasuatuhari. “Bukansajakarenatrennilainyaterus naik, tapi juga amansecaralegalitas dan syariah.”
Suklikulisumenurutsaja.
“Kalau Papa sepi job, kitakencangkan ikat pinggang. Jangan pula buru-burujualemas. Makan nasi kerupuksaja, takmasalah. Asalanakmasihbisasekolah.”
Iamerasakanbenartuahmanajemenkeuangansarjanapsikologiituketikamerekaakhirnyamenjualemasmereka—setelahsembilantahunsejakmerekasimpan—untukmembeli lima hektarekebunsawit yang produktif. Hinggahariini, kebunsawititumembuatmerekabisamempertahankanstandar dan gayahidup yang berkecukupan, meskipunhargasawit di pasaransering main trampolin.
Lima kali takbir pada rakaatkeduamenghadiahinyalanskapkejayaantahunini. Kontraktiga novel-filmnyasenilaisetengahmiliarmembuatmerekabisamakanenak; tidurnyenyak; ibadah khusyuk; bersedekahnggakmikir-mikir; takpernahabseninfak; ada open donation, tinggal e-banking….
Tapi, di kompleks yang sebagianbesardihuni PNS ini, penghargaanmerekaterhadappenulismasih sangat kurang. Yang selaluiaingatadalah; tiaphajatan, iatakpernahditempatkan di barisandepansebagaimana para anggota DPRD ataukepaladinasataupejabatpemerintahanlainnya. Iasempatberpikir, untukmengubahpandanganitu, iainginmengganti BRV merekadengan Innova atau CRV, tapiistrinyaselalumenentang.
Karena kesal, Suklikulisusempatberpikirakanmembalassikapistrinyadenganmenolakpermintaanperempuanitu. Iatentusajatidakberniatserius. Ya, sekadarmemberitahubahwasesekalisuaminyaingindidengarkan dan diiyakankehendaknya—meskipuniatahukalauitukelihatan sangat kekanak-kanakan.
Tapi, permintaanistrinya agar merekaberkurbanketikatabunganmerekamulaimenipis, membuatnyamengurungkanniatitu.
“Jangan, Bang!” cegahistrinyaketikaiamengatakanakanmengurbankanduaatautigasapi di masjid kompleks.
Tigasapidikali 17 juta, hanya 51 juta. Tabungan masihadasisa.
Apalagi, sebagaimana kata istrinya, Allah takkanmembiarkan orang-orang yang berbuatbaik, tentusajatermasukberkurban, dalamkesusahan.
Suklikulisutakhabisakal. Ia pun membelisapidenganberathampirsetengah ton. Iasengajatakmemberitahuistrinyakarenayakinapa yang ialakukanakandidukung. Meskipunhanyaseekor, iniakanterusdiingatwargakarenamencatatsejarah, hatikecilnyajemawa.
***
Iamerasakakinyaditarikpaksahinggaiaterjerembapkesajadahnya. Iainginmelajukanbogemnyake Pak Jamjimunjimunkalausajalaki-lakiitutakmengatakanapa yang barusanterjadi.
“Saya memaksa Pak Suk duduk karena khatib akanberkhutbah. Pak Suk kenapatadisepertishalatjenazahsaja?” Pak JumjimunjiummendekatkanmulutnyaketelingaSuklikulisu.
Iatakmengerti. Tapi, tatapansegenapjamaah yang memakudirinyabertubi-tubimembuatnyagelisah.
“Pak Suk hanyamengangkattanganberkali-kali ketika takbir.” Lelakiparuh baya itumasihberbisik.
“Maksud, Pak Jum?”
“Ya, Pak Suk nggakrukuk, nggak sujud, nggak duduk tahiyat. Pak Suk….”
Khotib naik kemimbar.
“Saya, atau juga jamaahlain, ngira Pak Suk strok. Tapisyukurlahnggakkenapa-napa. Maaf, Pak Suk kenapatadi?”
Khotibmembukakhotbahnyadenganbertakbir.
Suklikulisusudahmembayangkankegemparan yang akanmenyebarsetelahshalatharirayaini. Apa yang harusiajawabkalaupertanyaan Pak Jamjimunjimuntadi juga dilayangkanjamaahlain. Yang terang, istri dan putra-putranyapastibertanya. Tidakmungkinkeanehantaditidaksampaiketelingamereka.
Sangat tidakmungkiniamengakuibahwasejak takbir pertamashalat, kesombongantelahmenyeretnyakepadangilusikebanggaan. Muslim macamapa yang masihnarsisketikaberhadapandengan Allah? Iainginmenangis, tapitakbisa. Iainginberteriak, tapi khutbah sedangberlangsung. Iainginmenyalahkansetan, tapimenjadidungubukanpilihannya.
Dan, perasaannya, matasegenapjamaahhanyatertujukepadanya, bukankepadakhotib. Di halaman masjid, lenguhansapidiproses rasa malunyamenjaditertawaan yang merundungnya. Kepalanyamenyutsertamerta dan sekujurtubuhnyadibasahi air asin.