21 Tahun Alif, Sejumlah Sajak

 21 Tahun Alif, Sejumlah Sajak

Bersama Alif di Kompleks Permakaman dan Masjid Imam Syafii (Al Qadariah, 2024)

Oleh Benny Arnas

Golagongkreatif.com, 5 Januari 2025


Pada Desember 2024 saya menjejakkan kaki di negeri para imam dan nabi: Mesir. Ketika mengampu kelas menulis dua hari, saya bertemu Alif, pemuda salih, baik hati, penuh mimpi, dengan visi hidup yang membuat saya serta-merta mengenang, “Di usia segitu, tampaknya saya hanya sibuk bernasyid dan membaca Sabili.” Selanjutnya, sisa hari di Kairo adalah tentang kami yang saling “mencari”. Sampai hari ini kami tampaknya belum benar-benar “menemukan”. Seru dan kaya kejutan. Ah, saya tak punya banyak cara untuk merayakan kebaikan Kairo, selain menghadiahi azhary itu dengan tujuh pucuk sajak di hari lahirnya yang ke-21.


Delima 21

Kukenalkan kepadamu:

Delima merah sekali

Asal kau tahu, bukan semata tahu

Tapi, merah adalah takdir-Nya yang berani

Manisnya adalah pertemuan tanpa rencana

Masamnya adalah mimpi-mimpi penuh liku

Dan sepatnya adalah rahasia: 

mengapa dua saudara berjumpa di masa depan?

Kukenalkan kepadamu,

Diriku yang tiba-tiba menjadimu

Merah sekali, delima dari jantungku

di pengulangan hari lahirmu: dua satu

Kairo, 9-12-2024


Tiba Sebelum Berangkat

Mulanya, asiir alpukat hijau muda

Lalu dingin udara lari pagi memberinya nama

Satu, dua, tiga, kita punya banyak sama

Drama dan lelah lesap dalam kepala

Dalam hitungan hari tanpa jeda:

Seperti apa berangkat memunggungi tiba?

Seperti rindu, bahkan sebelum kita pisah

Kairo, 9-12-2024


Menjadi Arab

Saban kau berbicara

Takjubku hilang kendali

Setahun di Hadramaut menjadikanmu tangguh

Tahun pertama di Kairo pukaumu sungguh

“Kenapa harus berteriak?” kataku tiap menyaksikanmu

adu bicara dengan laki-laki Mesir

“Hanya begini caranya agar didengar,” jawabmu, terang dan teduh

“Kau akan jadi orang salih yang dicintai,” ramalku seraya meraba garis telapak tangan kirimu.

“Kali ini, takdir kita tak sama,” suaraku layu begitu 

menyadari bahwa parfum dan sepatu kita yang sama tak banyak membantu

“Tapi …” kau tampaknya sengaja menggantungkan kalimat, “aku ragu dengan masa depanku.”

“Tunjuk saja,” teriakku. “Leiden atau Zurich!” lalu kita doakan bersama  

“Perkara mantra itu akan jatuh di mana, bukan urusan kita,” tegasku

“Meskipun,” gumam hati kecilku,

“ia bisa jatuh tepat di kepalamu, saat ini …”

Di Tanah Arab yang menumbuhkan hikmah

Dan orang baik sepertimu tak punya piihan selain iya

Kairo, 9-12-2024


Di Makam sang Imam

bakda subuh, dengan mata bengkak,

dan kelelahan yang masih menggelayut

kita tahu kalau kurang tidur membuat kita

tak layak lari di pagi Kairo yang berdebu

tapi, kita tahu kalau ini pagi terakhir

kita sedang membuat alasan untuk bersama

menghabiskan waktu sisa untuk menanak

kenangan-kenangan yang mungkin sekali

melempar kita ke nganga dua jurang:

kerinduan yang keparat

atau kehilangan tanpa ampun

namun kita pun berangkat

dari Darasah ke Qadariyah

di kompleks makam Imam Syafii

kita beku, bukan karena suhu

atau juru kunci yang menolak memberi jalan

namun karena waktu tergugu

“pulang atau menunggu?” katamu

aku memilih yang pertama

namun kau tahu bahwa ini pagi terakhir:

“pernah menikmati kopi mesir?” tawarmu

di sinilah kita akhirnya,

di luar pagar makam imam yang berhati samudra

kita seruput faransawi

segelas air putih hangat rasanya nak kita bagi

namun, kegembiraan membuat kita lupa

bukan karena guliran waktu yang akhirnya

mengantarku ke hadapan makamnya;

berdoa, lalu mendengarkan ceramahmu

tentang silsilah masa lalu–temu dan jauh

kita pulang,

kau ke Darasah

aku ke Indonesia

hati lengang;

malam jadi panggang

dan pagi-pagi menjelma arang

Kairo, 9-12-2024

__________

(Tak Ada) Kairo Subuh Ini

Jalanan basah di depan rumah

Menjelma jadi lorong-lorong Darosah

yang menuntun dua rakaat ke rumah-Mu

Di masjid, udara menjadi es

Seperti Kairo 13 derajat

Di pengujung doa, aku membayangkan

Lari pagi akan lebih menyenangkan:

Melintasi masa lalu yang megah

Memotret lanskap Benteng Al Ayyubi

Menziarahi Makam Imam Syafii

Menyeruput faransawi di Al Qadariyah

Atau sekadar belanja delima merah sekali

Di rumah, bakda mengaji, dan membisiki

Istri dan anak-anak;

“Aku mencintaimu seperti mencintai kebaikan”, kukenakan sepatu lari

Sayang sekali, tak ada telur rebus pagi ini

Di luar, udara membuka tabir

Tanpa debu cokelat bata

Tanpa desing, klakson, teriakan, atau gonggongan anjing sana-sini

Allah.

(Kairo, 9-12-2024)


Palestina, 26 Km Sahaja

Matahari memang benam di Kairo
Dua puluh enam kilometer kukayuh doa
Di antara Damaskus dan Sinai, kutujumu:
Palestina, nyala-Mu tak pernah padam

Lubuklinggau, 17-12-2024


Sahur Pukul 4

Tidur larut, bangun Subuh, dan tidur lagi
adalah ombak di pantai;
yang meski pergi, akan datang lagi
Berulang, begitu lagi, sehingga kau butuh
sesiapa untuk menyalakan dering di ponselmu:

“Bangunkan aku pukul 4, Bang.”

Lalu, sebagaimana fisabilillah,
kau berpuasa di tengah tumpukan diktat
yang memelototimu tiap kali kau
empaskan pantat di kursi belajar
“Lumat aku. Kau ke sini untuk mencari ilmu.”

Kau ingin sekali bilang,
“Aku suka lari dan ngaji. Kuliah hanya hobi.”
Lalu aku nyeletuk di alam mimpimu,
“Kita ini pengembara. Kerja pengisi waktu luang saja.”

Lalu Kairo pecah dalam gelas asiir alpukatku,
sebagaimana rindu yang lumer

dalam kushari firah di hadapan azan magrib itu

(Lubuklinggau, 2-1-2025)

Benny Arnas

https://bennyarnas.com

Penulis & Pegiat Literasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *